Sabtu, 10 Desember 2011

El Clasico untuk Semua

ADA yang beranggapan, hari terbesar bagi orang Spanyol dalam setahun bukan Natal atau Paskah, tapi El Clasico. 

EL Clasico adalah segalanya. Sebuah momen untuk menumpahkan kemarahan, kebahagian, emosi, dan sakit hati. Semua bercampur dalam laga yang mempertemukan dua tim terbesar di ranah Matador, bahkan dunia saat ini, Barcelona dan Real Madrid. 

Sejak 1929, kedua tim sudah terlibat rivalitas sengit tiada henti. Bukan lagi sekadar persaingan untuk menjadi tim nomor satu. Tapi juga melibatkan kepentingan politik dan kehormatan.

Sebuah wujud “pemberontakan” antara masyarakat Madrid yang mapan namun kerap disimbolkan egois, menghadapi  Catalonia, bangsa yang tiada henti memperjuangkan kemerdekaan mereka. 

Real Madrid selalu disimbolkan sebagai wujud nasionalisme dan kebanggaan orang Spanyol. Namun, ada cacat di mata orang Catalan. Mereka sombong dan lekat dengan penindasan. 

Sementara di mata orang Madrid, Catalan adalah anak nakal. Orang keras kepala yang tak mau tunduk pada sejarah.

“Catalonia bukan Spanyol.” Semboyan inilah yang membuat El Clasico selalu mendidih. Bagi fans fanatik kedua tim, hanya ada satu kata di antara mereka “lawan!” Bernabeu dan Nou Camp pun sekejap menjadi altar yang kerap diwarnai kebengisan antarpemain dan penonton. 

Sabtu, 10 Desember atau Minggu dini hari Wita, El Clasico kembali digelar. Bukan lagi sekadar Jose Mourinho versus Pep Guardiola, atau Lionel Messi melawan Cristiano Ronaldo, tapi lebih dari itu.

El Clasico membawa kita dalam sebuah ruang yang dipenuhi fanatisme kental. Tentang sebuah perdebatan panjang, siapa yang terhebat; Madrid atau Barca? 

El Clasico kini bukan lagi monopoli orang Spanyol. Jutaan Madridistas dan Cules bertebaran di muka bumi. Laga ini sudah menjadi rivalitas global. Dari Turin hingga Tokyo, dari San Francisco ke Sydney, hingga ke Indonesia, Anda bisa menemukan kebanggaan menjadi seorang Madridista atau Cule.

Di luar sepak bola, El Clasico bisa disetarakan dengan rivalitas Yankees versus Red Sox di ajang baseball. Yankees, seperti halnya Real Madrid, punya uang dan banyak gelar. Kostum putih kebesaran mereka begitu eksklusif, hanya untuk golongan tertentu. 

Sementara Barcelona adalah Red Sox. Selalu menjadi bayangan tim besar, tim populer kedua. Kostum biru merah hanya untuk mereka yang loyal. 

Apa yang membuat El Clasico selalu mendidih? Ketakutan! Ketakutan tim kesayangan bermain buruk. Ketakutan para pahlawan berada di bawah tekanan lawan. Ketakutan diserang lebih dahulu suporter musuh. 

Dan, yang terbesar, ketakutan menyaksikan para idola meninggalkan lapangan dengan kepala tertunduk setelah menelan kekalahan. Sungguh sebuah aib tak terkira. 

Minggu nanti, saat El Clasico kembali digelar, bisa didapatkan perbedaan dengan laga-laga lain. Jika Anda seorang Cule, coba nikmati ketegangan saat Ronaldo cs mengancam gawang Victor Valdes. Jika Anda adalah Madridista, seberapa cepat jantung Anda berdetak saat tiki taka ala Barcelona sudah ada di kotak penalti Iker Casillas.  

Apapun hasil laga nanti, mungkin, sekali lagi mungkin, tak akan melunturkan fanatisme kita. Karena El Clasico akan selalu ada, karena El Clasico akan selalu menghibur. Selamat menikmati

2 komentar:

  1. Thank You
    Hello, I visit and give your full support and please support me back. Thank you in advance.

    BalasHapus